BAB I
PENDAHULUAN
Ketidak seimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan
tambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah terjadi
obesitas akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Obesitas adalah akumulasi
jaringan lemak di bawah kulit yang berlebihan dan terdapat di seluruh tubuh.
Sering dihubungkan dengan overweight (kelebihan berat badan), walaupun tidak
selalu identik, oleh karena obeisitas mempunyai ciri-ciri tersendiri. Obesitas
merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskulat, diabetes mellitus, artritis, beberapa jenis kanker dan gangguan
fungsi pernapasan6.
Obesitas yang terjadi pada masa anak-anak akan lebih miudah menjadi
obesitas pada masa remaja. Dalam sebuah studi ditemukan sekitar 80% anak-anak
yang kegemukan pada usia 10-15 tahun menjadi gemuk pada saat mereka dewasa
yaitu berusia 25 tahun. Penelitian lain juga mengemukakan bahwa 25% dari orang
dewasa yang obesitas adalah mereka yang mengalami kegemukan pada masa anak-anak.
Hal ini dikaitkan dengan adiposity
rebound yaitu saat terjadinya peningkatan secara cepat lemak tubuh yang
terjadi pada usia 3-7 tahun. Semakin mudah terjadinya adyposit rebound semakin
erat kaitannya dengan obesitas dikemudian hari10.
Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan bagi usia anak-anak dan
remaja. Berdasarkan data dari National
Health And Nutrition Examination Survei (NHANES) tahun 1997-1980 dan
2003-2006 dalam (Centre of diseases control) CDC menunjukkan bahwa prevalensi
terjadinya obesitas meningkat untuk anak usia 2-5 tahun, prevalensinya
meningkat dari 5% sampai 12,4 %, untuk usia 6-11 tahun, prevalensinya meningkat
dari 6,5% sampai 17%, dan pada usia 12-19 tahun prevalensinya meningkat dari 5%
sampai 17,6%3.
Menutut de Ones tahun 2000, prevalensi anak usia sekolah dengan
overweight di Negara sedang berkembang paling banyak ditemukan di Amerika Latin
dan Karibia (4,4%), kemudian Afrika (3,9%) dan Asia (2,9%). Tetapi secara
mutlak, jumlah terbesar ada di Asia karena
lebih dari 60% (atau 10,6 juta) penduduk dunia tinggal di kawasan ini. Di
Filiphina pada tahun 1998 didapatkan 12% anak usia 8-10 tahun di SD swasta
mengalami obesitas, sedangkan di Singapura pada tahun 2000 didapatkan
prevalensi obesitas anak umur 6-7 tahun adalah 10,8%. Di Indonesia berdasarkan
dari beberapa survey yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar menunjukkan
bahwa prevalensi terjadinya obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi.
Pada anak sekolah dasar (SD) di daerah Denpasar prevalensi obesitas mencapai
15,8%, sedangkan di daerah jogjakarta
prevalensi mencapai 9,7%. Kejadian obesitas pada anak remaja siswa atau siswi
sekolah lanjutan tingkat pertama atau SLTP di jogjakarta yang terdapat di perkotaan
prevalensinya mencapai 7,8%, sedangkan pada anak remaja di pedesaan mengalami
obesitas yaitu 2%3.
Hal ini membuktikan, peningkatan obesitas yang terjadi baik di negara-negara
maju maupun di negara berkembang disebabkan karena adanya proses medernisasi,
yaitu pola daya hidup modern (sedentary
lifestyle) yang segala aktivitas menggunakan teknologi sehingga kurangnya
aktivitas teknologi. Selain itu, juga ada peningkatan pendapatan masyarakat
pada kelompok social ekonomi tertentu, terutama di perkotaan, menyebabkan
adanya perubahan pola makan atau konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola
makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap penawaran
makanan siap saji (fast food) dan
pola aktivitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita kegemukan
dan obesitas5.
Maka dari itu, menilik tentang studi obesitas pada anak-anak maka kami
menyusun makalah ini untuk lebih memperdalam pembahasan tentang kelebihan
energi khususnya obesitas pada anak-anak.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak
dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal,
terutama trimester 3 kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 –
7 tahun dan periode adolescence. Pada bayi dan anak yang
obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80%
remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas. Penelitian di Amerika
menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar
8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengan salah
satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa7.
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Untuk menentukan
obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau
pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan3:
a.
Pengukuran
berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB
> 120% BB standar.
b.
Pengukuran
berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB
> persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score ≥ + 2 SD.
c.
Pengukuran
lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil
ke 85.
d.
Pengukuran
lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak
digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang
paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.
e.
Indeks
Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan
energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan energi dengan
keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk
jaringan lemak4.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Sebagian besar obesitas
disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan,
antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu
perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi5.
a.
Faktor Genetik.
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar.
Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu
orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua
tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap
obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non
exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek.
Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang
lingkungan menentukan ekspresi fenotipe9.
b. Faktor lingkungan.
Adapun faktor
lingkungan yang mempengaruhi obesitas adalah:
1. Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama
dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy
expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara
aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas
fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg6.
2. Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam
kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat
badan ibu. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan
meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.
Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan
energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam
jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga
bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang
karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam
jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan
cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan
karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat
berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan
dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak
terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak
sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak4.
c. Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan
gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan
jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa
tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada
penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan
kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak
memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah. Selain itu juga ketersediaan dan
harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan
obesitas5.
Terjadinya obesitas pada anak
menyebabkan timbulnya kelainan pada sang penderita. Beberapa dampak dari
obesitas pada anak adalah3:
1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler.
Faktor Risiko ini meliputi peningkatan:
kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan
kadar HDL- kolesterol. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya
mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah
dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi. Anak obesitas cenderung
mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30%
menderita hipertensi.
2. Faktor Resiko Diabetes Mellitus
tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 jarang
ditemukan pada anak obesitas. Prevalensi penurunan glukosa toleran
test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%.
Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT
> + 3SD atau > persentile ke 99.
3. Obstruktive sleep apnea
Sering dijumpai pada anak obesitas
dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok. Penyebabnya adalah penebalan
jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan
dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan
pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Gejala ini berkurang seiring dengan
penurunan berat badan.
4. Gangguan ortopedik
Pada anak obesitas cenderung
berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan,
yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri
panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul7.
5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat
peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan
jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan
memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan
pandang perifer dan iritabilitas5.
Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan
obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan
keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah8
:
1. Menetapkan target penurunan
berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan
berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, dimana target
penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per
bulan.
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan
diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA. Dalam
pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang:
· Menurunkan berat
badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
· Diet seimbang dengan komposisi
karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < style="">
15-20% energi total serta kolesterol <>
· Diet tinggi serat, dianjurkan
pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur
dalam tahun + 5) gram per hari.
3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan
aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik
yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik
dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang
menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam.
Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
4.
Mengubah
pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini
diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara:
·
Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik
serta mencatat perkembangannya.
·
Mengontrol rangsangan untuk makan.
· Mengubah
perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan
mengurangi makanan camilan.
· Memberikan
penghargaan dan hukuman.
·
Pengendalian diri..
5. Peran serta orang tua, anggota
keluarga, teman dan guru.
Orang tua
menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota
keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah
perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.
6. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak
dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon
pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very
low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
Obesitas pada usia 6-7 tahun ditemukan pada anak
laki-laki dibanding anak perempuan. Walaupun pada anak laki-laki frekuensi
olahraga perminggu dan lama tiap kali olahraga lebih banyak dibanding dengan
anak peremuan, tetapi pada anak laki-laki frekuensi makan lebih dari 3 kali
perhari juga lebih bayak.
Frekuensi makan lebih dari
3 kali perhari dan cara pergi ke sekolah dengan naik kendaraan pribadi/umum
yang mungkin menggambarkan aktifitas harian, merupakan faktor risiko terjadinya
obesitas. Selain itu faktor-faktor terjadinya obesitas disebabkan karena adanya interaksi antara faktor
genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial
ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat
terlalu dini pada bayi.
Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan
obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan prinsip
dari tatalaksana obesitas yaitu: Menetapkan target penurunan berat badan, pengaturan
diet, pengaturan aktifitas fisik, mengubah pola hidup/perilaku, peran serta
orang tua, anggota keluarga, teman dan guru, dan terapi intensif.
SARAN :
untuk mencegah terjadinya kelebihan
energi (obesitas pada anak) maka dilakukan pengaturan atau kontrol terhadap
asupan nutrisi pada makanan yang dikonsumsi oleh anak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Schlenker,
Elanor. D dan Long, Sara. 2007. Williams’
Essentials of Nutrition &
Diet Theraphy. Mosby, Inc an affiliate of Elsevier Inc : Canada.
2. Almatsier,
Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Gramedia : Yogyakarta.
3. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Children’s Fat Mass. Am J Clin
Nutr, 2002; 75: 451 – 452.
4. Satoto,
Karjati, S., Darmojo, B., Tjokroprawiro, A., Kodyat, BA. Kegemukan, Obesitas
dan Penyakit Degeneratif: Epidemiologi dan Strategi Penanggulangannya, Dalam:
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Jakarta: LIPI, hal. 787 – 808.
5. Surasmo, R., Taufan H. Penanganan obesitas
dahulu, sekarang dan masa depan. Dalam Naskah Lengkap National Obesity
Symposium I, Editor: Tjokroprawiro A., dkk. Surabaya, 2002; 53 – 65.
6. Hassan, Resepno, Dr. 2007. Ilmu Kesehatan
Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
7. Dietz, W.,H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition,
IInd ed, Suskind, R.,M., Suskind, L.,L. (Eds). New York: Raven Press,1993;
279-84.
8. Moore, Marry Courtney. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Hipokrates :
Jakarta.
9. Herumuryawan, M. 2010. Hipertensi Pada
Obesitas Masa Anak. Media Medika Indonesia : Semarang.
10. Susanto, JC. 2005. Hubungan Pola Makan dan
Aktivitas Fisik pada Anak dengan Obesitas Usia 6-7 Tahun di Semarang. Media
Medika Indonesia : Semarang.
2 komentar:
Maaf kaka mau nanya itu yg adiposity rebound terjadi pada anak usia 3-7 tahun sumbernya darimana yah, hehe pengen tau juga karna tertarik sama topik ini ^^
Maaf kaka mau nanya itu yg adiposity rebound terjadi pada anak usia 3-7 tahun sumbernya darimana yah, hehe pengen tau juga karna tertarik sama topik ini ^^
Posting Komentar