Ini tugas matakuliah Pengolahan dan Pengawetan Bahan Pangan. Tugas bOleh curi, Maaf cuma pendahuluan. ^_^v
Berdasarkan data dari FDA (Food And Drug Administration) Amerika Serikat, pada tahun 2009 terjadi sekitar 239 kasus penolakan terhadap produk pangan ekspor Indonesia. Alasan penolakan pun beragam, mulai dari filthy (kotor) hingga mengandung mikroorganisme dan bahan kimia berbahaya. Salah satu produk yang banyak ditolak adalah produk perikanan yang ternyata mengandung Salmonella sp.
Peraturan
yang berkaitan dengan ekspor pangan dari Indonesia ke negara lain adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 (PP 28/2004)
tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Pasal 41 yang mengatur mengenai
pengeluaran pangan dari wilayah Indonesia. Selain itu, peraturan lain yang
terkait adalah PP 28/2004 Pasal 6 tentang pedoman cara produksi
pangan olahan yang baik. Standar yang dapat diacu adalah SNI 01-2172.1-2006
mengenai spesifikasi tuna dalam kaleng sterilisasi.
Peraturan
Perundang-undangan yang terkait dengan kasus tersebut adalah Peraturan
pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004 membahas tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan. Pelanggaran kasus tuna dalam kaleng
sterilisasi ini terdapat pada pasal 41, ayat 1 dan 2, di mana setiap pangan
yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan keamanan
pangan dan setiap orang yang mengeluarkan pangan dari
wilayah Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu dan gizi
pangan. Maksud dari keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia. Pelanggarannya berupa ditemukannya Salmonella sp. pada
produk ekspor tuna dalam kaleng.
Kasus pelanggaran
tuna dalam kaleng sterilisasi ini juga melanggar pasal 6 ayat 1,
dimana produksi ekpor tuna dalam kaleng ini tidak bisa mencegah tercemarnya
pangan olahan oleh cemaran biologis yaitu Salmonella sp.
Menurut
SNI 01-2172.1-2006 yang merupakan revisi dari SNI 01-2712-1992, produk tuna
dalam kaleng sterilisasi memiliki persyaratan angka lempeng total
(ALT) sebesar 0. Dengan kata lain tidak boleh terdapat satu pun
koloni yang ditemukan dalam produk tuna. Selain itu, SNI juga menyatakan bahwa
jumlah koloni Salmonella sp. pada produk tuna dalam kaleng
sterilisasi harus negatif sehingga jelas tidak boleh terdapat cemaran
Salmonella sp. di dalam produk tuna kalengan sterilisasi. Pada
kasus ini ditemukan cemaran Salmonella sp.. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa produk tuna kalengan yang diproduksi dan diekspor tidak
memenuhi syarat mutu dan keamanan menurut SNI 01-2172.1-2006.
Penolakan
produk tuna dalam kaleng sterilisasi oleh FDA disebabkan
oleh ditemukannya Salmonella sp. dalam produk. Salmonella sp.
merupakan bakteri patogen yang tidak seharusnya berada dalam produk pangan
kaleng. Sterilisasi dengan suhu dan waktu yang cukup seharusnya dapat membunuh
seluruh mikroba patogen dalam produk pangan kaleng.
Menurut
Hariyadi dan Kusnandar (2000), sterilisasi produk pangan kaleng umumnya
ditujukan bagi pangan berasam rendah (memiliki pH > 4,6) pada suhu 121,1oC
selama waktu tertentu, bergantung pada jenis, ukuran, media, dan karakteristik
bahan pangan yang dikalengkan. Sterilisasi ini disebut sterilisasi komersial.
Sterilisasi produk pangan kaleng dalam waktu yang cukup dapat memusnahkan
sebagian besar mikroba dalam produk pangan kaleng sehingga keawetannya dapat
meningkat. Mikroba yang masih mungkin bertahan setelah sterilisasi adalah spora
bakteri termofilik, namun spora ini berada dalam keadaan dorman sehingga
tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan normal.
Salmonella sp.
merupakan bakteri Gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif dan tidak
dapat membentuk spora. Bakteri ini tergolong patogen, yakni dapat menyebabkan
penyakit bagi yang mengonsumsinya. Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh Salmonella
sp. antara lain tifus (Salmonella typhimurium), paratifus (Salmonella
paratyphi), dan infeksi yang disebut Salmonellosis. Menurut Smithson dan
Clarke (1999), Salmonella sp. sensitif terhadap panas.
Salmonella sp. dapat dimusnahkan dengan pemanasan pada suhu 60oC
selama 30 menit atau 65oC selama 15 menit. Dengan demikian,
seharusnya Salmonella sp. tidak terkandung dalam produk
pangan kaleng karena panas yang diberikan selama proses dapat
menginaktivasi seluruh Salmonella sp. dalam bahan pangan.
Selain itu, Muchtadi (2008) menyebutkan bahwa sterilisasi komersial bertujuan
membunuh seluruh mikroba patogen dan mikroba pembusuk mesofilik sehingga produk
pangan kaleng sterilisasi yang ideal tidak mengandung bakteri patogen
seperti Salmonella sp.
0 komentar:
Posting Komentar