Makalah kelompok saya in sya share karena saya dulu sulit sekali mndapat materi tentang makalah ini..
semoga bermnafaat..
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan pangan berdasarkan umur simpannya dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu bahan pangan yang mudah rusak (perishable), bahan pangan semi
perishable, dan bahan pangan non-perishable. Untuk memperpanjang umur simpan
bahan pangan (umumnya bahan panganper is hable dan semiper is hable) maka
dilakukan pengawetan. Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagi
cara yang umumnya bekerja atas dasar mematikan atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme guna memperpanjang daya simpan suatu bahan pangan. Salah satu
metode pengawetan bahan pangan tersebut yaitu dengan pengawetan suhu rendah. Pengawetan
bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi metabolisme. Selain itu
dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau
kebusukan bahan pangan.
Pengawetan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,
antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin
sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan untuk:
- mengurangi kontaminasi
- mengendalikan kerusakan oleh mikroba
- mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan
selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong.
Mikroba psikrofilik tumbuh sampai suhu
pembekuan air 0 0C atau dibawahnya dan pertumbuhan akan melambat
pada suhu – 10 0C. Apabila air dalam bahan pangan telah sempurna
membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada beberapa bahan
pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,50C, hal ini disebabkan
adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku.
Meskipun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba,
namun tidak dapat digunakan untuk membunuh bakteri.
Hasil pertanian khususnya buah-buahan dan
sayur-sayuran tropis sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu
rendah akan menyebabkan kerusakan bahan pangan yang disebut chilling injury.
Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran menyebabkan
bahan menjadi lunak, jika bahan pangan dikeluarkan dari tempat pembekuan. Hal
ini disebabkan karena di luar bahan pangan akan mengalami pencairan dari air
yang telah membeku, sehingga tekstur yang keras menjadi lunak.
Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan
diantaranya penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses
mikrobiologi, proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau
pembusukan. Pada suhu dibawah 00C air akan membeku dan terpisah dari
larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada jaringan tergantung pada kadar
air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -120C belum
dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu
dibawah 180C akan mencegah kerusakan mikrobiologis.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut pengalaman diketahui bahwa
penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang daya simpan bahan
pangan tersebut, sehingga memungkinkan diadakannya saat pemasaran yang lebih
menguntungkan. Penggunaan suhu rendah sering diartikan sebagai suatu usaha
penyimpanan dan bukan suatu usaha pengawetan bahan pangan.
Ada dua cara penyimpanan pada suhu rendah
yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan atau refrigerasi adalah proses
pengambilan panas dari suatu benda/bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih
rendah dari sekelilingnya. Bila suatu medium pendingin kontak dengan benda lain
misalnya bahan pangan, maka akan terjadi pemindahan panas dari bahan pangan
tersebut ke medium pendingin sampai suhu keduanya sama atau hampir sama.
Penggunaan suhu rendah pada pendinginan berbeda dengan pembekuan. Suhu yang
digunakan pada pendinginan masih berada di atas titik beku bahan (-2 sampai
-10°C), sedangkan pada pembekuan ada di bawah titik beku bahan (-12 sampai
-40°C). Pendinginan telah lama digunakan sebagai salah satu upaya pengawetan
bahan pangan, karena dengan pendinginan tidak hanya citarasa yang dapat
dipertahankan, tetapi juga kerusakan-kerusakan kimia dan mikrobiologis dapat
dihambat.
Pendinginan atau refrigerasi ialah
penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan
yaitu antara -2oC sampai -16oC. Suhu dalam lemari es umumnya berkisar antara 4oC sampai 8oC. Pendinginan
umumnya merupakan suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali
terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. Daya simpan makanan yang
didinginkan berkisar antara beberapa hari sampai dengan beberapa minggu
tergantung jenis bahan pangannya.
Tahap awal untuk proses pendinginan adalah
dilakukannyatrimming untuk membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan (yang
rusak dan busuk), kemudian dilakukan pencucian agar bahan pangan bersih. Namun
khusus untuk tomat yang akan diawetkan tidak boleh dicuci terlebih dahulu
karena buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses
respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan
kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin
C-menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2,
H2O, dan etilen. Jadi jika tomat yang akan diawetkan terlebih dahulu dicuci
maka akan menyebabkan penambahan H2O pada tomat sehingga dapat mempercepat
pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu
dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Tomat yang akan diawetkan
dengan pendinginan juga harus sudah berwarna merah. Jika kita memilih tomat
yang masih berwarna hijau dan diawetkan dengan pendinginan maka yang terjadi
tomat tersebut akan tetap mentah (berwarna hijau). Hal ini disebabkan karena
suhu dingin menghambat pembentukan pigmen warna, rasa, dan pembentukan
nutrient.
Untuk perlakuan pada telur juga sama
halnya seperti pada tomat (hanya dilap saja, tidak dicuci). Hal ini berhubungan
dengan cengkang telur yan berpori-pori sangat halus, sehingga pencucian peda
telur dapat mempertinggi resiko masuknya bakteri ke dalam telur.
Sebelum dilakukan pengemasan, bahan pangan
ditimbang untuk mengetahui berat sebelum dilakukan pendinginan. Setelah
ditimbang, bahan pangan dimasukkan ke dalam kantong plstik. Kantong plastic
yang digunakan dalam praktikum ini adalah kantong plastic HDPE (high density
polyethylene). Pengemasan ini baik dilakukan karena cukup efektif menekan
pembentukan CO2 dan H2O sehingga menghambat terjadinya pembusukan. Pengemasan
dengan plastic HDPE juga mengurangi kehilangna air pada bahan pangan.
Plastik sebelum digunakan untuk mengemas
bahan pangan yang berupa sayur dan buah harus dilubangi terlebih dahulu. Hal
ini dilakukan untuk pengaturan RH didalam kantung agar tidak mencapai keadaan
jenuh karena dapat mempercepat terjadinya pembusukan oleh bakteri. Meningkatnya
RH dalam kantong plastik yang tertutup rapat disebabkan oleh proses pernapasan
dan transpirasi yang masih terus berlangsung dalam jaringan sayuran dan
buah-buahan dengan salah satu produknya berupa uap air. Jika plastic tidak
dilubangi, maka uap air akan menempel pada plastik sehigga menyebabkan
pembusukan (RH mencapai titik jenuh).
Untuk tahu dikemas menggunakan plastic
yang diberi air hingga tahu tenggelam. Sedangkan pada tempe dikemas dengan
plastic HDPE yang tidak dilubangi. Tempe di lakban agar tidak ada udara yang
masuk dalam kemasan. Pada telur, penyimpanannya tidak didalam plastic tetapi
dimasukkan kedalam wadah telur dengan posisi bagian yang lebar berada diatas
(dimana kantung udara
berada).
Perlakuan-perlakuan pengemasan ini
bertujuan agar tidak terjadi absorpsi bau antar produk pangan, agar ruang
pendinginan dimanfaatkan secara efisien dan agar perlakuan dingin dapat diatur
sesuai kebutuhan dingin dari produknya. Setelah dikemas, bahan pangan disimpan
pada tempat yang sesuai dalam lemari es karena setiap bahan pangan memiliki
suhu penyimpanan optimum masing-masing. Karena itu penentuan suhu penyimpanan
sangat penting.
Beberapa komoditi bahan pangan seperti
sayur dan buah subtropis disimpan pada suhu yang terlampau rendah akan
menyebabkan terjadinya kerusakan dingin (chilling injury).
Prinsip Dasar Pendinginan
Kerusakan bahan pangan pada umumnya
disebabkan oleh adanya proses kimiawi dan biokimiawi, termasuk juga kerusakan
yang dikerjakan oleh mikroorganisme. Kecepatan reaksi dalam proses kerusakan
tadi dipengaruhi oleh suhu. Salah satu contoh terjadinya kerusakan lepas panen
ialah masih berlangsungnya respirasi setelah hasil-hasil tanaman dipanen.
Proses metabolisme pasca panen yang umumnya berupa proses respirasi,
kecepatannya ditunjukkan dengan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan. Di
dalam tabel tersebut terlihat bahwa kenaikan suhu menyebabkan kenaikan kecepatan
respirasi. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme.
Ketentuan umum menyatakan bahwa setiap penurunan suhu sebesar 18°F kecepatan
respirasi akan berkurang setengahnya. Karena itu penyimpanan bahan pangan pada
suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam
bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan hanya karena keaktifan
resfirasi menurun, tetapi juga karena pertumbuhan mikroorganisme penyebab
kebusukan dan kerusakan lain dapat diperlambat. Pendinginan tidak dapat
membunuh mikroorganisme tetapi hanya menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu
setiap bahan pangan yang akan didinginkan terlebih dahulu harus dibersihkan.
Untuk mencegah kehilangan air dan
memberikan kilap pada bahan yang didinginkan terutama buah-buahan, kulit buah
dapat dilapisi oleh malam (wax) atau parafin atau campuran malam dengan
parafin.
Cara Pendinginan
Terjadinya proses pendinginan adalah atas
dasar hukum thermodinamika ke-2 yaitu enersi dapat ditransfer dari benda yang berenersi
tinggi ke benda yang berenersi rendah. Pada dasarnya teknik pendinginan bahan
pangan dapat dikerjakan dalam 2 cara yaitu : secara alami (natural
refrigeration) dan secara mekanis (mechanical atau artificial
refrigeration). Pendinginan secara alami dapat dilakukan dengan menggunakan air
dingin, es, campuran air dan es, larutan garam dan lain-lain, sedangkan
pendinginan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin yang
mengatur terjadinya siklus pergantian fase uap dan fase cair dari suatu
zat pendingin (refrigerant). Zat pendingin adalah suatu persenyawaan kimia yang
mampu menjadi penerima dan pembawa panas. Zat pendingin yang umum
digunakan adalah freon dan ammonia.
a. Pendinginan Secara
Alami
Pendinginan secara alami telah lama
dikenal dan cara ini dinilai efektif karena untuk pencairan 1 lb es dibutuhkan
panas sebanyak 144 Btu. Hal ini berarti, bahwa bila 1 ton es
mencair dibutuhkan panas sebesar 2000 (lb) x 144 Btu/lb = 288.000 Btu. Besaran
ini kemudian dipakai untuk menyatakan kapasitas pendinginan, yaitu pendinginan
dikatakan mempunyai kapasitas 1 ton bila dalam 24 jam dapat menyerap panas
sebesar 288.000 Btu atau sebesar 12.000 Btu/jam. Pendinginan dengan es
dapat dilakukan dengan mudah, tidak memerlukan peralatan khusus dan biayanya
cukup murah. Kontak antara bahan yang akan didinginkan baik yang berupa padat
atau cair dengan es dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Untuk
ikan misalnya dapat dilakukan secara langsung dengan cara menempatkan ikan
bersama es dalam satu wadah. Yang tidak langsung dilakukan dengan cara
menempatkan bahan di dalam wadah yang berbeda dengan wadah es, kemudian
disimpan dalam suatu ruangan tertutup. Lama kelamaan es akan mencair dan untuk
pencairan tersebut dibutuhkan panas yang diambil dari bahan yang didinginkan.
Pendinginan dengan es tidak dapat mencapai suhu kurang dari 0°C atau 32°F. Agar
supaya suhu yang dicapai dapat lebih rendah dapat digunakan larutan garam.
Larutan garam yang digunakan untuk
kepentingan pendinginan disebut brine dan dapat terdiri dari garam dapur atau
kalsium khlorida. Garam NaCl sering digunakan bila suhu yang dibutuhkan tidak
lebih rendah dari 4 atau 5°F. Di samping itu harganya murah dan tidak korosif
asalkan larutannya bebas dari udara dan konsentrasi yang digunakan tinggi.
Sifat-sifat yang dibutuhkan dari larutan garam sebagai media pendingin ialah :
tidak korosif, mempunyai titik beku yang rendah, mempunyai panas spesifik yang
tinggi, mudah didapat dan harganya murah. Sebenarnya tidak ada garam yang
mempunyai sifat-sifat yang sempurna untuk kepentingan ini, namun NaCl dan CaCl2
cukup memuaskan. Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi larutan garam akan
semakin rendah titik bekunya.
Seperti telah dikemukakan di atas, larutan
garam yang digunakan untuk kepentingan pendinginan harus tidak korosif. Sifat
korosif biasanya berkaitan dengan keasaman yang diakibatkan masuknya udara ke
dalam larutan garam, misal karena adanya kebocoran dalam saluran. Untuk supaya hal ini tidak terjadi, maka :
- Alat-alat yang digunakan jangan dibuat dari kombinasi dua logam
yang berbeda. Dua logam yang berbeda seperti Cu dan Fe bila kontak dengan
larutan garam akan menghasilkan aliran listerik. Dengan demikian logam
yang satu akan mengalami korosi lebih cepat dari yang lain.
- Harus dihindari penggunaan logam-logam yang mempunyai kemurnian
yang berbeda. Hal ini juga dapat menghasilkan peristiwa elektronik bila
kontak dengan larutan garam.
- Harus dihindari penggunaan logam dalam larutan yang mengandung
bagian-bagian dari logam tersebut.
- Harus dihindari terjadinya kebocoran aliran listerik dalam sistem.
an. Karena diperlukannya alat-alat
tambahan dari alat -alat yang dipakai dalam sistem kompresi langsung seperti :
tangki untuk wadah larutan garam, pompa, koil dan penghantar panas yang lain,
maka investasi mula-mula cukup besar. Meskipun demikian, sistem ini mempunyai
keuntungan antara lain : suhu yang dikehendaki dapat dikontrol secara teliti,
zat pendinginnya mudah di dapat dan murah serta tidak membahayakan makanan bila
terjadi kebocoran. Salah satu sistem pendinginan dengan menggunakan larutan
garam yang sering digunakan adalah sistem sirkulasi.
Pada sistem ini, larutan garam yang ada di
dalam tangki didinginkan dengan koil ekpansi dari sitem mekanis. Setelah
larutan garam mencapai suhu yang dikehendaki dialirkan melalui pipa ke bahan
yang didinginkan yang umumnya berupa cairan (missal air susu). Setelah
digunakan untuk mendinginkan, larutan garam kemudian dialirkan kembali ke
tangki semula untuk didinginkan kembali. Dalam sistem ini tidak terjadi
akumulasi larutan garam dalam tangki, sehingga merupakan sistem kontinyu.
Bila pompa untuk mensirkulasikan larutan
garam berhenti, maka pendinginan juga akan berhenti. Perubahan suhu larutan
setelah dipergunakan untuk pendinginan berkisar antara 5 sampai 8°F.
Cara lain untuk melaksanakan pendinginan
alami ialah dengan menggunakan es kering (CO2 padat atau dry ice). Es kering
adalah hasil samping dari berbagai industri seperti industri alkohol secara
fermentasi. Setelah gas CO2 dimurnikan, kemudian dikompresikan sehingga dapat
dicairkan. Dengan mengekspansikan CO2 cair tadi akan terbentuk bunga es (snow)
yang dapat dipres berbentuk balok atau kubus. Dalam perdagangan, es kering yang
berbentuk kubus mempunyai berat 50 lb dan ditempatkan dalam wadah yang
diisolasi dengan baik. Penggunaan es kering sebagai bahan pendingin sudah
dilakukan sejak tahun tigapuluhan dan sekarang banyak digunakan dalam
pengangkutan es krim bahkan di negar-negara maju sering dipakai untuk
perlengkapan truk pendingin yang mengangkut berbagai bahan makanan. Penggunaan
es kering ini sangat fleksibel dan dapat digunakan untuk keperluan dengan
kapasitas kecil. Karena suhu yang dicapai dapat sangat rendah, maka
penggunaan es kering harus hati-hati. Bila kontak dengan anggota tubuh dapat
membekukan darah, oleh karena itu dalam bekerja dengan es kering harus selalu
memakai sarung tangan.
b. Pendinginan Secara
Mekanis
Pendinginan mekanis dapat dikerjakan
dengan sistem kompresi mekanis atau sistem absorpsi. Sistem kompresi mekanis
merupakan sistem yang anyak dipakai. Dasar pendinginan dengan cara ini adalah
terjadinya penyerapan panas oleh zat pendingin pada saat terjadi perubahan fase
dari fase cair ke fase uap. Komponen suatu sistem pendinginan mekanis terdiri
dari evaporator, kompresor, kondensor dan katup pengembangan.
Zat pendingin akan melalui jalur sistem di
atas dan mengalami perubahan fase dari cair menjadi uap dan sebaliknya.
Mula-mula zat pendingin yang berupa cair akan mengalir ke bagian evaporator dan
zat pendingin ini akan menyerap panas dari bahan yang disimpan pada bagian
evaporator sehingga zat pendingin berubah menjadi bentuk uap. Keluar dari
evaporator, uap zat pendingin akan masuk ke kompresor dan ditekan sehingga uap
zat pendingin mengalami peningkatan tekanan dan suhu. Selanjutnya uap zat
pendingin tersebut masuk ke kondensor dan terkondensasi. Sebagai media
pendingin di bagian kondensor dapat digunakan air atau udara disekitarnya.
Di bagian kondensor ini, uap zat pendingin
akan memindahkan panasnya ke media penukar panas (air atau udara) sehingga zat
pendingin akan berubah wujud dari uap ke cair dan langsung ditampung pada suatu
tangki penampung zat pendingin. Siklus zat pendingin akan berlangsung secara
terus menerus.
BAB III
KESIMPULAN
Ada dua cara penyimpanan pada suhu rendah
yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan atau refrigerasi adalah proses
pengambilan panas dari suatu benda/bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah
dari sekelilingnya. Bila suatu medium pendingin kontak dengan benda lain
misalnya bahan pangan, maka akan terjadi pemindahan panas dari bahan pangan
tersebut ke medium pendingin sampai suhu keduanya sama atau hampir sama.
Penggunaan suhu rendah pada pendinginan berbeda dengan pembekuan. Suhu yang
digunakan pada pendinginan masih berada di atas titik beku bahan (-2 sampai
-10°C), sedangkan pada pembekuan ada di bawah titik beku bahan (-12 sampai
-40°C). Pendinginan telah lama digunakan sebagai salah satu upaya pengawetan
bahan pangan, karena dengan pendinginan tidak hanya citarasa yang dapat
dipertahankan, tetapi juga kerusakan-kerusakan kimia dan mikrobiologis dapat
dihambat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu
Gizi; malang UMM press
Brennan, J.G., 1981.
Food Freezing Operation. Applied Science Publisher, Ltd. London.
Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan; Penerjemah Muchji Muljohadjo, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Helman, D.R. and R.P. Singh. 1981. Rekayasa
Proses Pangan (Food Processing Engeneering ) diterjemahkan oleh M.A.
Wirahatakusumah dkk. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian
Bogor.
Lembaga Refrigerasi Internasional,1971. Internasional
Institute Of Refrigeration, Recommendations for The Processing and Handling for
Frozen Food. 2nd Ed. Paris.
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan
konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar