BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Hasil kerja obat didalam
tubuh memang sangat mungkin dipengaruhi
oleh makanan atau minuman yang dikonsumsi. Ini dikenal sabagai peristiwa
interaksi obat dan makanan.
Mekanisme yang
berhubungan dengan pengaruh absorbsi obat dapat digolongkan dalam 5 kategori :
yang menyebabkan pengurangan, penundaan, peningkatan atau percepatan absorbsi,
dan hal dimana makanan tidak mempunyai
pengaruh sama sekali. Variabel utama yang memisahkan antara pengaruh
yang berbeda dari bahan makanan dan bioavabilability adalah : Karateristik
phyaicokimia .waktu makan yang dihubungkan dengan waktu pemberian obat, ukuran
dan komposisi bahan makanan, dan ukuran dosis. Namun demikian pengaruh bahan makanan merupakan masalah yang
cukup besar pada desain formulasi pharmasi obat.. Sebagai tambahan mekanisme
efek makanan bisa mempengaruhi respon
physicologis dan sensory, seperti perubahan pada lingkungan gastrointestinald
dan tingkat kekosongan lambung.
BAB II
PERMASALAHAN
A. Pengaruh Makanan Terhadap
Bioavailability Obat
Interaksi obat dan makanan
mengakibatkan suatu kehilangan daya kemampuan obat, Umumnya ini diakibatkan
dari suatu pengurangan bioavailability obat-obatan. Beberapa faktor yang
mempengarhi biovailibility obat antara lain :
1.
Kandungan Physicokimia Obat
Bioavailibility relatif dari suatu
formulasi kapsul dan makanan terhadap pharmakokinetik dari suatu agen
hypolipidemic yang baru
Contoh untuk
atorvastatin, bila dikonsumsi dengan makanan dapat mengurangi atorvastatin
secara signifikan namun memiliki sedikit pengaruh terhadap tingkat penyerapan
obat. Sebaliknya pravastatin bisa diminum tanpa makanan.
Penelitian konparasi pharmacokinetic
mengenai cephalosporins oral mengindikasikan bahwa bioavailability dari ester
cephalosporin meningkat bila diberikan setalah makan.
Contoh lain untuk menggambarkan
perbedaan pengaruh makanan terhadap pharmacokinetic adalah B-blockers,
inhibitor ACE dan agent-agent anti jamur. Ini memperlihatkan bahwa tingkat dan
besarnya absorbsi B-blockers dari GI tracl ditentukan oleh hydrophobicity.
Pemberian obat bersama dengan makanan padat akan mengurangi penyerapan
bidisomide oral.
Perbedaan efek makanan pada
antifungal seperti fluconzole dan itraconazole
meskipun berasal dari kelompok kimia yang sama namun sangat berbeda
dalam berat molekulnya, kelarutan dalam air dan cairan asam. Hal ini
menimbulkan perbedaan pada pharmakogenetic keduanya pada keadaan diberikan
bersamaan denga makanan. Meskipun penyerapan itraconazole meningkat dengan
pemberian makanan, namun penyerapan fluconazole tidak berpengaruh oleh
pemberian makanan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh makanan terhadap
bioavailability adalah terikat sampai beberapa tingkat tergantung pada bahan
physycokimia dari obat tersebut.
2.
Komposisi Enantiomorfisme Obat
2.1.
Tipe Formulasi Konvensional Versus Formulasi Modifikasi
Pengaruh tipe formulasi terhadap
obat pada kondisi puasa menyatakan bahwa tidak ada penghancuran ataupun
pengrusakan yang merupakan pembatasan penyerapan untuk obat kapsul CGP-43371.
Peran predominan formulasi pharmasi dieterapkan tidak hanya untuk penyerapan
obat tetapi juga pelepasan metabolisme pertama yaitu hati. Beberapa obat dapat
memperlambat atau mempercepat proses kerja enzim hati, yang dapat mengakibatkan
perubahan besar pada kadar obat lain dalam aliran darah, jika obat tersebut
diuraikan oleh enzim yang sama.
2.2.
Multiple Unit Versus Single Unit
Bentuk multiple unit dosis sedikit
terpengaruh oleh makanan. Namun demikian perbedaan sikap biopharmasi dari
single unit dan multiple unit sangat luar biasa.
3.
Waktu Makan
Waktu makan berhubungan dengan waktu
pemberian obat secara oral karena dapat mempengaruhi kecepatan dan kemungkinan
tiingkat availibilitas obat untuk suatu bentuk dosis oral. Hal ini dapat
diantisipasi bahwa meminum obat segera setelah, sesudah, atau bersama makanan
mungkin dapat menunda kecepatan availabilitas obat karena berfungsi mengurangi
kecepatan pengosongan lambung. Contoh pada pemberian midazolam 30 mg yang
diberikan satu jam sebelum makan memberikan nilai Cmax dan tmax yang sama
dengan kondisi berpuasa. Selanjutnya, pemberian sustained setelah makan (30
menit setelah dan 2 jam setelah makan makanan berlemak tinggi) menghasilkan
suatu penundaan namun mendapatkan nilai Cmax yang lebih tinggi. Hal ini
menyatakan bahwa waktu makan tidak mempengaruhi penyerapan adinasolam secara
substansial. Pada cibenzoline menurun pada saat diberikan setelah sarapan pagi
namun tidak ada perbedaan keseluruhan pada profil plasma obat yang diperoleh
ketika obat diminum dalam kondisi perut kosong, 1 jam sebelum makan, pada saat
makan atau 1 jam setelah makan. Nilai rata-rata Cmax dan AUCoo setelah
pemberian tacrine pada saat sarapan pagi dan 2 jam setelah makan dimana tidak
terdapat perbedaan yang signifikan. Selanjutnya, ada sedikit efek yang diamati
ketika tacrine diberikan 1 jam sebelum sarapan pagi.
Pemberian formulasi felodipine
dengan jus jeruk bersamaan dengan obat akan meningkatkan nilai rata-rata Cmax
felodipine. Pada obat cafetament pivoxil yang diberikan secara oral menjadi
meningkat dengan pemberian obat 1 jam setelah makan. Pola makan yang memiliki
pengaruh yang bersifat semantara terhadap penyerapan obat, tergantung pada
tingkat dan sumber interaksi. Perubahan pada penyerapan obat yang bersifat
sementara di sebabkan oleh jadwal waktu makan yang di hubungkan dengan efek
yang secara klinik di anggap penting contoh tingkat glukosa darah setelah makan
pada pasien DM secara signifikan lebih rendah ketika tolbutamide diberikan 30
menit sebelum makan bila dibandingkan dengan pemberian secara langsung bersama
dengan makanan. Mengenai hala ini dinyatakan bahwa efek iritasi pada mukosa
lambung yang disebabkan berbagai jenis obat dapat dikurangi jika obat-obatan
tersebut diberikan segera sebelum atau sesudah makan. Obat-obatan seperti
deladonna dan antikolonergik terkait bisa diberikan sebelum makan dalam upaya
mengurangi sekresi asam lambung.
Kadang-kadang waktu pemberian obat
yang berdekatan dengan waktu makan sangat penting sebagai contoh
benzilpenicilin dan eritromycin baik diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan untuk memperoleh lingkungan yang memiliki keasaman sedikit dan waktu
kekosongan lambung yang sedikit.
4.
Komposisi Makanan / Lemak, Protein dan Serat Makanan
Peningkan bioavailability
obat-obatan dengan makanan yang berlemak tinggi jika dibandingkan dengan
makanan yang mengandung protein dan karbohidrat tinggi serta gangguan
penyerapan pada vegetarian. Mekanisme yang memudahkan penyerapan obat tidak
diketahui, tetapi dianggap berasal dari peningkatan sekresi garam empedu,
cairan pancreas, enzim pencernaan dan hormon lambung yang mana terjadi karena
makana yang berlemak tinggi.
Ikatan obat terhadap protein makanan
bisa menjadi dasar untuk terjadinya perubahan bioavailability yang terjadi
setelah mengkonsumsi makanan yang berprotein. Pemberian gabapentin dapat
memberikan peningkatkan Cmax dan AUC dengan pemberian makanan yang berprotein.
Penambahan penyerapan gabapentin ini disebabkan efek transtimulasi, yang
menyebabkan peningkatan pada konsentrasi asam amino lumina usus yang dihasilkan
dari pengaturan atau peningkatan aktivitas asam amino trnsporter.
Kecepatan pengosongan lambung
ditentukan oleh kandungan energi makanan dan secara terbalik proporsional
terhadap densitas energi makanan. Selanjutnya lemak memperlambat pengosongan
lembung hingga beberapa tingkat dari pada yang disebabkan oleh protein dan
karbohidrat. Konsentrasi isocaloric lemak, protein dan karbohidrat akan
menyebabkan perut berada pada tingkat yang sama. Makanan yang mengandung jumlah
energi sama tapi bervariasi dalam halkandungan lemak memperlihatkan pola
pengosongan lambung yang sama.
Efek lemak makanan sangat tergantung
pada perjalanan absorbsi obat, apakah portal atau liympatic.
Serat makanan dapat mempengaruhi
absorbsi obat terutama serat yang terdiri dari serat dindingsel tumbuhan
polisakarida yang resistant terhadap hidrolisis oleh enzim pada usus.
Polisakarida ini termasuk selulosa, hemiselulosa, pectin, dan ligtin. Diet yang
kaya serat seperti gandum, oatmeal dan sereal larut serat dapat mengurangi
penyerapan lovastatin, yang menyebabkan peningkatan LDL-C yaitu kolesterol yang
tidak sehat. Konsumsi serat gandum dapat mengurangi bioavailibilitas tiroksin
pada pasien yang menderita hypotiroid melalui suatu mekanisme penyerapan
tirosin yang tidak spesifik pada serat makanan. Pada orang sehat, pemberian
serat makanan tidak mempunyai pengaruh terhadap penyerapan glipizide. Kurangnya
pengaruh ini disebabkan oleh selesainya penyerapan GI glipizide.
Serat makanan juga memiliki efek
yang penting terhadap metabolisme lemak dan karbohidrat, serta penyerapan
mineral. Walau demikian makanan yang
diperkaya dengan serat juga dapat menghambat penyerapan komponen yang lain yang
ada dalam diet. Suplementasi diet denga serat gandum mengurangi
bioavailibilitas isoflafon kacang kedelai.
5. Ukuran Makanan
Ukuran makanan dapat secara
signifikan merubah bioavailibilitas obat, karena bisa berpengaruh terhadap
waktu yang diperlukan untuk mengosongkan lambung., namun demikian faktor ini jarang ditemui dalam penelitian. Aaaapenyerapan alcohol secara nyata berbeda
debgan makanan pada 2 ukuran yang berbeda namun demikian ,komponen makanan
berdasarkan tes makanan juga memiliki perbedaan.Penurunan boiavailibilitas
debgan adanya peningkatan ukuran makanan dipicu karena kurangnya jalan untuk
penyebaran molekul obat pada permukaan moukosa GI.
6.
Ukuran Dosis
Ukuran dosis merupakan faktor lain
yang nampaknya turut berpengaruh pasda pharmakokinetik obat.Contoh mengenai
pengaruh makana dan dosis obat pada malaria halifantrin , menemukan bahwa AUC
dan Cmak bertambah secara proporsional untuk dosis 250 sampai 500 mg diberika
setelah berpuasa semalaman
7.
Adsorbent
Absobsi GI bisa berkurang secara
nyata tidak hanya dikarenakan oleh makanan tetapi juga oleh karena antasida. Pemberian
bersama tenidap sodium dengan antasida dapat mengurangi nilai rata-rata
kecepatan dan besarnya penyerapan bila dibandingkan pada keadaan berpuasa.
Penurunan absobsi antasida diakibatkan oleh absorbsi, padahal penurunan
kecepatan absorbsi bersama dengan makanan kemungkinan adalah disebabkan karena
penundaan pengosongan lambung,namun demikian penurunan tersebut tidak mungkin
menjadi sesuatu yang penting secara klinis.
Selain dari absorbsi, perubahan pada
PH lambung yang disebabkan oleh pencernaan antasida bisa juga berpengaruh
terhadap kecepatan dan kadang-kadang juga besarnya absorbsi suatu obat dengan
merubah rasio antara bentuk ionisasi dan unionisasi dari obat-obatan yang
diberikan bersama-sama. Contoh pseudoephedrine suatu bentuk basa yang lemah, menjadi meningkat karena almunium
hidroksil karena obat tersebut ada dalam bentuh unionisasi dalam bentuk
alkalin, sebalikya absorbsi GI pentobarbital suatu bentuk asam lemah menjadi
terhambat karena magnesium dan almunium hidroksil, oleh karenanya rendahnya
konsentrasi darahdan mencegah atau menubda timbulnya rasa kantuk. Meskipun
magnesium hidriksil merubah pentobarbital menjadi bentuk ionisasi dengan
meningkatnya PH lambung , almunium hidroksil bertindak dengan menghambat
pengosongan lambung,namun secara nyata meningkatkan volume cairan dan
mempertahankan pentobarbital dalam perut.
Karena bersamaan makann efek
antasida menjadi kompleks ketika diberikan bersama-ssama dengan obat
tertentu,tapi pemberian cafetamet tidak dipengaruhi dengan pemberian
antasida.Contoh obat yang absobsinya berkurang karena makanan dan
antasida adalah
penicillamin, tenidap sodium dan inhibitor ACE
8..Minuman
Setiap cairan yang dapat diminum
selain air putih disebut minuman (beverage) ,Minuman yang digolongkan minuman
alcohol adalah bir, anggur dst, Yang berkafein (kopi, the,cola, dan soda-soda
lainnya) atau yang tidak termasuk dalam golongan ini yaitu susu,minuman dengan
bahan dasar susu,jus buah, dan sayuran serta air mineral. Produk susu telah
lama diketahui dapat menghambat penyerapan tertrasiklin dan mengurangi
bioavailabilitasnya. Hal ini dipicu oleh formasi chelat yang tidak larut antara
obat-obatan dan kalsium yang terdapat dalam makanan dan minuman. .Bahkan
kandungan susu yang sedikit dalam minuman the dan kopi dapat sangat mengganggu
penyerapan tertrasiklyn. Obat-obatan lain yang dapat dirusak penyerapannya oleh
susu adalah supropen, . nofloxacin, ciproloksacin, fluoride, dan estramustine..
Komponen utama yang aa dalam kopi
adlah kafein, yang mana merupakan suatu mkolekul hydropilik. Penyerapan kafein
menjadi terhambat karena pengosongan lambung yang lebih lama, yang dapat
menjadi lambat lagi bila minuman diberi pemanis gula.
Tanin yang terkandung dalam teh
dapat mengganggu penyerapan zat besi, yang mana merupakan hal yang penting bagi
peminum teh yang dalam diet mereka memiliki kandungan zat besi yang rendah..
Flavonoids yang terkandung dalam the secara parsial menghambat penyerapan satu
jenis zat besi (non-hem) yang berasal dari makanan nabati kettka dikunsumsi
dengan makanan, tapi tidak memiliki pengaruh
bila dikunsusi antara waktu makan dan bila zat besi tersebut berasal dari
hewani.. Namun demikian setiap efek negatif dalam penyerapan zat besi dapat
dinetralisir hingga beberapa tingkat dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C bersama-sama dengan the
(misalnya menyajikan the dengan lemon)
Mencampur obat-obatan dengan jus
buah untuk menghilangkan rasa tidak enak bisa juga mempengaruhi penyerapan
karena mengurangi PH lambung. Minuman cola adalah asam ,minuman ini memiliki
asam inorganik tinggi dalam PH 2,5 dan oleh sebab itu mengurangi PH lambung..
Pemberian minuman asam pada penderita AIDS yang diberikan bersamaan dengan obat
intraconasole dan ketokonazole dapat meningkatkan bioavailibilitas obat
tersebut.
“ Jika obat
dipengaruhi oleh konsumsi cairan, maka tingkat penyerapan obat bisa berkurang
karena volume konsumsi cairan yang besar.
“ Kecepatan
pengosongan lambung dapat diperlambat dengan asam phosphor dan gula yang ada
dalam cairan ini.
“ Temperarur
minuman yang rendah bisa mengurangi kecepatan alirandarah dalam usus.
“ Kandungan gas
yangada dalam minuman dapat meningkatkan pencampuran dan mungkin juga
pergerakan otot.
Namun demikian efesiensi penyerapan
obat dapat ditingkatkan dengan konsimsi obat yang dilakukan bersamaan degan
minuman.
BAB III
PENUTUP
Interaksi obat dan makanan akan
terjadi apabila obat dimakan bersma atau setelah manna makanan yang membantu atau
melawan efek obat tersebut. Keadaan ini akan terjadi selama peminum obat tidak
menyadari dan mengetahui fungsi obat yang diminum dan efek sampingnya. Pengaruh
makanan yang dimakanpun perlu diperhatika supaya obat yang diminum dapat
bereaksi dengan baik sesuai kondisi yang
diharapkan.
Efek yang timbul bila obat diminum
bersama makanan yang berlawanan akan menurunkan efek obat atau bahkan akan
meningkatkan efek obat yang pada ahirnya merugikan penderita.
Pengaruh makanan atau minuman
terhadap obat dapat sangat signifikan atau hampir tidak berarti, tergantung
pada jenis obat dan makanan atau minuman yang kita konsumsi. Selain itu harus
pila dipahami bahwa sangat banyak faktor lain yang mempengaruhi interaksi ini,
antara lain, dosis obat yang diberikan, cara pemberian, waktu makan, ukuran
makanan dan minuman, umur, jenis kelamin dan tingkat kesehatan pasien. Apa yang
diuraikan diatas sebagian kecil saja dari pengaruh interaksi obat dan makanan terhadap
pengobatan yang kita jalani. Sehingga diperlukan kesadaran semua pihak yang
berkompeten untuk menjadi informan obat maupun suplemen yang objektif sebelum
obat tersebut sampai ditangan konsumen.
0 komentar:
Posting Komentar