Semoga Bermanfaat ^^
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Anti mikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Dalam
pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang
tidak termasuk kelompok parasit. Antibiotik ialah zat yang di hasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.
Banyak
antibiotik dewasa ini di buat secara semi sintetik atau sintetik penuh. Namun
dalam praktek sehari – hari AM sintetik yanpg diturunkan dari produk mikroba (
misalnya Sulfonamid dan kuinolon ) juga sering di golongkan sebagai anti biotik
.
Obat yang
digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia , ditentukan
harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin artinya , obat
tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba , tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin
tidak akan diperoleh.
I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi
obat antimikroba,
2. Untuk
mengetahui jenis - jenis obat antimikroba
3. Untuk
mengetahui mekanisme kerja obat antimikroba
4.
Untuk mengetahui sediaan obat antimikroba
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Defenisi Antimikroba
Antibakteri adalah obat atau senyawa yang digunakan untuk membunuh
bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Definisi ini berkembang
bahwa antibakteri merupakan senyawa kimia yang dalam konsentrasi kecil mampu
menghambat bahkan membunuh suatu mikroorganisme(Ganiswarna, et al., 1995).
Antimikrobia yang ideal menunjukkan sifat toksisitas
selektif, toksisitas yang selektif merupakan fungsi reseptor yang spesifik yang
dibutuhkan untuk melekatnya obat atau karena hambatan biokimia yang terjadi
bagi organisme namun tidak bagi inang (Ganiswarna, et al., 1995).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif , ada anti
mikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba , dikenal sebagai
aktifitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba , dikenal sebagai
aktivitas bakterisid.
Antibiotik
ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini
dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari
AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan
kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat yang digunakan untuk
membasmi mikroba, penyebab
infeksi pada manusia, ditentukan
harus memiliki sifat toksisitas selektif setnggi mungkin. Artinya, obat harus bersifat
sangat toksik umtuk mikroba,tetapi relative tidak toksik untuk hospes. Sifat
tokosisitas selektif yang absolute belum atau mungkin tidak diperoleh.
Suatu zat antimikroba
yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat
berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas
selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat
yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak
parasit. Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host,
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora
usus atau flora kulit.
Sifat
anti mikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Umpumanya, penisilin G
bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram positif , sedangkan bakteri gram
negatif pada umumnya tidak peka ( resisiten) terhadap penisilin G :
Streptomomisin memiliki sifat yang sebaliknya ; tetrasiklin aktif terhadap
beberapa bakteri gram positif maupun gram negative, dan juga terhadap
Rickettsia dan Chlamydia. Berdasarkan sifat ini antimikroba dibagi menjadi 2
kelompok yaitu berspektrum sempit, umpamanya benzyl penisilin dan streptomizin,
dan berspektrum luas umpamanya tetrasiklin dan kloramfenikol. Batas antara
kedua jenis spectrum ini terkadang tidak jelas.
II.2 Jenis – Jenis Obat Antimikroba
1.
Penisilin
Penisilin
yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam penisilin alam dan penisilin
semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur
kimia penisilin alam atau dengan cara sintetis dari inti penisilin yaitu asam
6—aminopenisilanat (6-APA). Penisilin merupakan
asam organic, terdri
dari satu inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari
cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Rantai samping merupakan gugus amino
bebas yang dapat meningkat berbagai jenis radikal. Dengan mengikat berbagai
radikal pada gugus amino bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis
penisilin, misalnya
pada penisilin G, radikalnya adalah gugus
benzyl. Penisilin G untuk suntikan biasanya tersedia sebagai garam Na dan K.
Berdasarkan
sifat kimia yang menonjol dibedakan ke dalam 5 kelompok sebagai berikut :
a. Penicillin
alami
Misalnya
penicillin-G, yang dihasilkan dari biakan jamur yang diekstraksi dan kemudian
dimurnikan. Kalau diberikan secara oral kelompok penicillin ini cepat mengalami
hidrolisis oleh asam lambung
b. Penicillin
yang tahan asam
Termasuk asam
lambung, kelompok penicillin ini memiliki gugus phenoxyl yang terikat oleh
gugus alkyl dari rantai acylnya. Dalam kelompok ini terdapat Phenoxy-methyl-penicillin,
Phenoxy-aethyl-penicillin, Phebenicillin, Amoxicillin dan Ampiciliin.
c. Penicillin
yang tahan terhadap enzim penicillinase (β laktamase)
Yang disebabkan
oleh penggantian cincin aromatis untuk melindungi cincin β laktam. Termasuk
kelompok ini adalah Methicillin, Azidocillin dan Pirazocillin.
d. Penicillin
yang tahan asam dan enjima penicillinase
Termasuk
kelompok ini meliputi Oxacillin, Nafcillin, Cloxacillin, Quinacillin dan
Dicloxacillin.
e. Penicilin
yang memiliki spektrum anti bakterial luas terhadap kuman gram positif dan
negatif.
Termasuk
kelompok ini adalah Ampicillin, Carbenicillin, Epicillin, Suncillin, Hetacillin
dan Carfecilin
2. Sulfonamid dan Kotrimoksazon
a. Sulfonamide
Sulfanomid
adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sisitemik digunakan untuk
pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Contohnya seperti
sulfonamide
b. Kotrimoksazon
Trimetropin dan
sulfametoksazon menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang
berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergik.
Kombinasi ini dikenal denga nama kotrimoksazon.
3. Antiseptik
saluran kemih
a. Metenamin
Metenamin aktif terhadap berbagai jenis
mikroba seperti kuman gram negative kecuali proteus karena kuman dapat mengubah
urea menjadi ammonium hidroksida yang menaikkan ph sehingga menghambat
perubahan metenamin menjadi formal dehid.
b. Asam
Nalidiksat
Asam Nalidiksat bekerja dengan menghambat
enzim DNA girase bakteri dan biasanya bersifat bakterisid terhadap kebanyakan
kuman pathogen penyebab infeksi saluran kemih. Obat ini menghambat E.coli,
proteus spp dan kuman Coloform lainnya.
4. Tuberculostatik
Obat yang
digunakan untuk tubercolosis di golongkan atas dua kelompok yaitu kelompok obat
lini pertama dan obat lini ke dua. Kelompok obat lini pertama memperlihatkan
efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Sebagian besar
pasien dapat disembuhkan dengan obat – obat ini. Walaupun demikian , kadang
terpaksa digunakan obat lain yang kurang efektif karena pertimbangan resistensi
pada pasien.
5. Leprostatik
a. Sulfon
mekanisme kerja sulfon dengan sulfonamid sama.
Kedua golongan obat ini mempunyai spectrum antibakteri yang sama dan dapat di
hambat aktifitasnya oleh PABA secara bersaing.
b. Rifampisin
farmakologi
obat ini kalau di tinjau sebagai antitubercolosis. Walaupun obat ini mampu
menembus sel dari saraf, dalam pengobatan yang berlangsung lama masih saja di
temukan kuman hidup.
c. KLofazimin
Klofazimin
merupakan turunan fenazin yang efeftif terhadap basil lepra. Obat ini tidak
saja efektif untuk lepra jenis lepromatosis, tatapi juga memiliki efek anti
radang sehingga dapat mencegah timbulnya eritema nodosum.
d. Amitiozon
obat turunan
tuosemikarbazon ini lebih efektif terhadap lepra jenis tuberkuloit di
bandingkan terhadap jenis lepro matosis. Resisitensi da[pat terjadi selama
pengobatan sehingga pada tahun ke dua pengobatan perbaikan melambat dan pada
tahun ke tiga penyakit mungkin kambuh.
II.3 Mekanisme
Kerja Obat Antimikroba
Pemusnaan
mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik masih tergantung dari
kesanggupan reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan lamanya kontak antara
mikroba dan antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk
mendapatkan efek khususnya pada tuberculostatik.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi
dalam lima kelompok :
1. Yang menganggu metabolism sel mikroba.
Antimikroba
yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamide, trimetropim, asam
p-aminosalisilat dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik.
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar,kuman
pathogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoate (PABA)
untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfonamide atau sulfon menang bersaing
dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat,maka terbentuk
analog asam folat yang nonfunsional. Akibatnya,kehidupan mikroba akan
terganggu. Berdasarka sifat kompetisi, efek sulfonamide dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar PABA.
2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Obat yang
termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin. Sefalosporin, basitrasin, vankomisin
dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida. Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini
dalam proses sintesis dinding sel,diikuti berturut-turut oleh basitrasin,vankomisin
dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang menghambat reaksi terakhir
dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotic dlam sel kuman
akan menyebabkan terjadinya lisis,yang merupakan dasar efek bakterisidal pada
kuman yang peka.
3. Yang menganggu permaebilitas membrane sel mikroba.
Obat yang
termasuk kelompok ini adalah polimiksin,golongan polien serta berbagai
antimikroba kemoterapeutik,umpanya antiseptic surface active agents. Polimiksin
sebagai senyawa ammonium-kuartener dapat merusak membrane sel setelah bereaksi
dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel mikroba. Polimiksin tidak efektif
terhadap kuman garam positif karena jumlah-jumlah fosfor bakteri ini rendah.
Bakteri tidak sensitive terhadap antibiotic polien,karena tidak memiliki
struktur sterol pada membrane selnya.
4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba .
Obat yang
termasuk dalam kelompok ini adalah golongan aminoglikosit, makrolit, linkomisin,
tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya,sel mikroba perlu mensintetis
berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom,dengan bantuan mRNA
dan tRNA. Pada bakteri,ribosom terdiri dari 2 sub unit,yang berdasarkan
konstanta sedimentasi di nyatakan sebagi ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi
pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai
cara.
5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.
Antimikroba
yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan golongan kuinolon. Yang
lainnya walaupun bersifat antimikroba,karena sifat sitotoksisitasnya,pada
umumnya hanya digunakan sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam
kelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai antivirus. Yang akan
dikemukakan disini hanya kerja obat yang berguna sebagai antimikroba, yaitu
rifampisin dan golongan kuinolon.
Rifampisin, salah
satu derivate rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada subuni0
sehingga menghambat sintetis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon
menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang
sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel kuman yang
kecil.
Indikasi
Penggunaan
terapeuti AM di klinik bertujuan membasmi mikroba penyebab infeksi. Penggunaan
AM di tentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan factor –faktor
berikut :
1. Gambaran klinik penyakit infeksi, yakni efek yang ditimbulkan oleh adanya mikroba
dalam tubuh hospes dan bukan berdasarkan atas kehadiran mikroba tersebut semata
– mata.
2. Efek terapi
AM pada penyakit infeksi di perolah hanya sebagai akibat kerja AM terhadap
biomekanisme mikroba dan tidak terhadap biomekanisme tubuh hospes.
3. Antimikroba dapat dikatakan bukan merupakan “ obat
penyembuh “ penyakit infeksi dalam arti kata sebenarnya.
Gejala klinik
infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba maupun oleh berbagai zat
toksik yang di hasilkan mikroba. Bila mekanisme pertahanan tubuh berhasil,
mikroba dan zat toksik yang di hasilknanya akandapat disingkirkan. Dalam hal
ini tidak diperlukan pemberian AM untuk penyembuhan penyakit infeksi.
Efek Samping
Efek
samping penggunaan AM dapat dikelompokkan menurut reaksi alergi, reaksi
idiosinkrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologic dan metabolic pada
hospes.
a. Reaksi
Alergi, dapat ditimbulkan semua antibiotic dengan melibatkan system imun tubuh
hospes; terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Orang biasanya
mengalami reaksi alergi umpanya oleh
penisilin, tidak selalu mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang
sama. Sebaliknya orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada
penggunaan ulang panisilin. Reaksi alergi pada kulit akibat penggunaan
pnisilindapat menghilang sendiri, walaupun terapinya diteruskan.
b. Reaksi
Idiosinkrasi, gejala ini
merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetic terhadapa pemberian
antimikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria berkulit hitam akan mengalami
anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini disebabkan karena
kekurangan G6PD
c. Reaksi Toksik, AM pada umumnya
bersifat toksik selektif, tapi sifat ini relative. Efek toksis pada hospes
dapat ditimbulkan oleh semua jenis AM. Yang mungkin dpat dianggap relative
tidak toksik sampai kini adlaah golongan penisilin. Dalam menimbulkan efek
toksik, masing-masing AM dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sitem
tertentu pada tubuh hospes. Disamping factor jenis obat, berbagaii factor dalam
tubuh dapat tururt menimbulkan reaksi toksik; antara lain fungsi organ / system
tertentu sehubungan dengan biotrsformasi dan eksresi obat.
d. Perubahan Biologik dan
Metabolik, pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi,
terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi
mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen. Penggunaan AM
terutama yang berspektrum lebar, dapat menggangu keseimbangan ekologik
mikroflora sehinga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat
menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologik mikroflora normal tubuh dapat
terjadi disaluran cerna.
Mekanisme Kerja Penisilin
Dinding sel
kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan, yaitu polimer dari senyawa
amino dan gula, yang saling terikat satu dengan yang lain (crosslinked) dan
dengan demikian memberikan kekuatan mekanis pada dinding. Penicillin dan
sefalosporin menghindarkan sintesa lengkap dari polimer ini yang spesifik bagi
kuman dan disebut murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap
air dengan jalan osmosis, maka dinding sel yang tak sempurna itu akan pecah dan
bakteri musnah .
Penicillin
bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel.
Obat ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat
ini diekskresi ke urin dalam kadar terapeutik. Probenesid menghambat ekskresi
penicillin oleh tubulus ginjal sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan masa
kerjanya lebih panjang.
Penicillin
berpengaruh terhadap sel yang sedang tumbuh dan hanya berpengaruh kurang
berarti terhadap kuman yang sedang tidak aktif tumbuh. Penicillin tidak
mempengaruhi sel-sel jaringan mamalia, karena sel mamalia tidak memiliki
dinding masif seperti halnya pada kuman.
Farmakokinetik
a. Absorpsi
Penisilin
G mudah rusak dalam keadaan asam ( Ph 2 ) cairan lambung dengan ph 4 tidak
terlalu merusak penisilin. Bila dibandingkan dengan dosis oral terhadap IM ,
maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis penisilin G oral
haruslah 4 – 5 kali lebih besar dari pada dosis IM. Oleh karena itu penisilin G
tidak di anjurkan untuk diberikan oral.
Penisilin
tahan asam pada umumnya dapat menghasilkan kadar obat yang dikehendaki dalam
plasma dengan penyesuaian dosis oral yang tidak terlalu berfariasi, walaupun
beberapa penisilin oral di absorbs dalam proporsi yang cukup kecil. Adanya
makanan akan menghambat absorbsi, tetapi beberapa diantaranya di hambat secara
tidak bermakna. Penisilin V walaupun relative tahan asam, 30 % mengalami
pemecahan disaluran cerna bagian atas, sehingga tidak sempat di absorbs.
Absorbsi
ampisilin oral tidak lebih baik dari penisilin V. adanya makanan dalam saluran
cerna akan menghambat absorbsi obat. Perbedaan absorbs ampisilin bentuk
trihidrat dan bentuk anhidrat tidak memberikan perbedaan bermakna dalam
penggunaan diklinik.
b.
Distribusi
Penisilin
G di distribusi luas dalam tubuh. Kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam
hati, empedu, ginjal, usus, limfa dan semen, tetapi dalam CSS sukar sekali
dicapai kadar 0,5 IU/ml dalam CSS walaupun kadar plasmanya 50 IU/ml. adanya
radang meninggen lebih memudahkan penetrasi penisilin G ke CSS tetapi tercapai
tidaknya kadar efektif tetap sukar di ramalkan. Pemberian intratekal jarang
dikerjakan karena resiko yang lebih tinggi dan efektivitasnya tidak memuaskan.
Distribusi
fenoksimetil penisilin isoksazolil dan metisilin pada umumnya sama dengan
penisilin G. dengan dosis yang sama, kadar puncak dalam serum tertinggi dicapai
oleh diklosasilin, sedangkan kadar tertinggi obat bebas dalam serum di capai
oleh flukloksasilin. Perbedaannya nyata terlihat antara lain adalah dalam hal
pengikatan oleh protein plasma. Penisilin isopsazolil memiliki angka ikatan
protein tertinggi.
c.
Biotrasformasi
dan Ekskresi
Biotrasformasi
penisilin umumnya dilakukan oleh mikroba berdasarkan pengaruh enzim
penisilinase dan amidase. Proses biotransformasi oleh hospes tidak bermakna.
Akibat pengaruh penisilinase terjadi pemecahan cincin betalaktam, dengan
kehilangan seluruh aktivitas antimikroba. Amidase memecah rantai samping,
dengan akibat penurunan potensi antimikroba.
Diantara
semua penisilin, hanya penisilin isoksazolil dan metisilin yang tahan terhadap
pengaruh penisilinase sedangkan amidase dapat mempengaruhi semua penisilin
tanpa terkecuali. Untungnya tidak banyak mikroba yang menghasilkan enzim
amidase.
Penisilin
umumnya di eksresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal yang dapat di hambat
oleh probenesit. Masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang ole
probenesit menjadi 2 – 3 kali lebih lama. Beberapa obat lain juga meningkatkan
masa paruh eliminasi penisilin dalam darah. Kegagalan fungsi ginjal sangat
memperlambat eksresi penisilin.
Farmakodinamik
Penisilin
menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel
mikroba. Terhadap mikroba yang sensitive penisilin akan menghasilkan efek
bakterisik.
Diantara semua penisilin,
penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap kuman gram positif yang
sensitive. Kelompok ampisilin, walaupun spectrum AM nya lebar, aktivitasnya
terhadap mikroba gram positif tidak sekuat penisilin G, tetapi efektif terhadap
beberapa mikroba gram negative dan tahan asam , sehingga dapat diberikan
peroral.
Efek samping
Efek samping dari penisilin alam
maupun sintetik dapat terjadi pada semua cara pemberian, dapat melibatkan
berbagai organ dan jaringan secara terpisah maupun secara bersama-sama dan
dapat muncul dalam bentuk yang ringan sampai fatal. Frekuensi efek samping
bervariasi tergantung dari sediaan dan cara pemberian. Pada umumnya pemberian
oral lebih jarang menimbulkan efek samping daripada pemberian parenteral.
Mekanisme kerja sulfonamide dan
kotrimoksazol
a. Sulfinamid
Mekanisme
kerja dari sulfonamide, kuman memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid) untuk membentuk asam folat yang digunakan
untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat. Sulfonamide merupakan penghambat
kompotitif PABA. Efek antibakteri sulfonamid dihambat oleh adanya darah, nanah,
dan jaringan nekrotik karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam
media yang mengandung basa purin dan timidin
Absorbsi
melalui saluran cerna mudah dan cepat kecuali beberapa macam sulfonamide yang
khusus digunakan untuk infeksi local pada usus kira-kira 70-100% dosisi oral
sulfonamide diabsorbsi melalui saluran cerna dan dapat ditemukan dalam urin 30
menit sebelum pemberian. Absorbs melalui tempat-tempat lain misalnya vagina,
saluran nafas, kulit yang terluka pada umumnya kurang baik, tetapi cukup
menyebabkan reaksi toksik atau reaksi hipersensitivitas.
Distribusi,
semua sulfonamide terikat pada protein plasma terutama albumin dalam derajat
yang berbeda-beda. Obat ini tersebar keseluruh jaringan tubuh karena itu berguna
untuk infeksi sistemik. Pemberian sulfadiasi secara sistemik dengan dosis
adekuat dapat mencapai kadar efektif dalam cairan serebosfinal otak. Timbulnya
resistensi mikroba terhadap sulfonamide, obat ini jarang lagi digunakan untuk
pengobatan medingitis.
Metabolisme,
dalam tubuh sulfanoid mengalami asetilasi dan oksidasi. Hasil oksidasi inilah
yang menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa lesi pada kulit dan gejala
hipersinsitivitas sedangkan hasil asetilasi menyebabkan kehilangan aktivitas
obat.
Ekskresi,
hampir semua obat dieksresi melalui ginjal. Baik dalam bentuk asetil maupun
bentuk bebas. Masa paru sulfonamide tergantung pada keadaan fungsi ginjal.
Sebagian kecil diekskresi pada tinja, empedu dan ASI.
Efek
samping sering timbul pada pasien yang mendapat sulfonamide sekitar 5%. Reaksi
ini dapat hebat dan kadang-kadang bersifat fatal karena itu pemakaiannya harus
berhati-hati. Bila mulai terlihat adanya gejala reaksi toksik, pemakaiannya
secapat mungkin dihentingkan. Mereka yang pernah menunjukkan reaksi tersebut
untuk seterusnya tidak boleh diberikan sulfonamide.
b. Kortimoksazol
Aktivitas
antibaktei kortimoksazol berdasarkan mekanisme kerjanya pada dua tahap yang
berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat.
Sulfonamide menghambat masuknya molekul PABA kedalam molekul asam folat dan
trimetoprin menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidroplat menjadi
tetrahidropolat.
Rasio
kadar sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai dalam darah ialah
sekitar 20:1. Karena sifatnya yang lifopilik, trimetoprin mempunyai volume yang
lebih besar dari pada sulfametoksazol.
Trimetoprim
cepat didistribusi dalam jaringan dan kira-kira
40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol.volume
distribusi trimetoprim hampir 9 kali lebih besar dari sulfametoksazol.
Efek
samping, pada dosis yang dianjurkan tidak terbukti bahwa kortimoksazol
menimbulkan defisiensi folat pada orang normal. Namun batas antar toksisitas
untuk bakteri dan untuk manusia relative sempit bila se tubuh mengalami
defisiensi folat. Dalam keadaan demikian obat ini menimbulkan megaloblastosis
leucopenia atau trombositopenia. Kira-kira 75% efek samping terjadi pada kulit
berupa reaksi yang khas ditimbulkan oleh sulfonamide.
II.4 Sediaan Obat
a. Penisilin
Penisilin
G (benzyl penisilin) biasanya digunakan secara parenteral. Sediaan terdapat
dalam bentuk penisiln G larut air dan lepas lambat untuk suntikan intramuscular
(IM). Bubuk penisilin G larut air biasanya terdapat dalam garam natrium atau
kalium dalam vial berisi 200 ribu sampai 20 juta unit daam bubuk.
Amoksisilin
tersedia sebagai kapsul atau tablet berukuran 125,250 dan 500 mg dan sirup 125
mg/5 ml. Dosis sehari dapat diberikan lebih kecil daripada ampisilin karena
absorpsinya lebih baik daripada ampisilin yaitu 3 kali 250 sampai 500 mg
sehari.
b. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol
tersedia
dalam bentuk tablet oral mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetoprim. Dosis dewasa pada umumnya ialah 80 mg sulfametoksazol dan 160 mg
trimetoprim setiap 12 jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis yang lebih
besar. Dosis yang dianjurkan pada anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan
sufametoksazol 40 mg/kgBB/hari yang diberikan dalam 2 dosis.
c. Antiseptik Saluran Kemih
Metenamin tersedia dalam bentuk tablet 0,5
gr. Dosis untuk orang dewasa ialah 4 kali 1 gr/hari, diberikan setelah makan.
Dosis untuk anak kurang dari 6 tahun ialah 50 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam
beberapa dosis.
Asam Nalidiksat teresedia dalam bentuk
tablet 500 mg. Dosis untuk orang dewasa ialah 4 kali 500mg/hari. Obat ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil trimester pertama dan juga anak pra
puberitas.
d. Tuberkulostatik
Isoniasik terdapat dalam bentuk tablet 50,
100, 300 dan 400 mg serta sirup 10 mg/ml. Dalam tablet kadang-kadang telah
ditambahkan vit B6. Isoniazid biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang
tiap hari.Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari.
e. Leprostatik
Sulfon dapat digunakan dengan aman selama
beberapa tahun bila pemberian dilakukan dengan saksama. Poengobatan harus
dimulai dengan dosis kecil, kemudian dinaikan perlahan-lahan dengan pengawasan
klinik dan laboratorium secara teratur. Reaksi lepromatosis berupa sindrom
sulfon dapat demikian parah dan memerlukan penghentian terapi.
Dapson diberikan dalam bentuk tablet 25
dan 100 mg secara oral. Pengobatan dimulai dengan dosis 25 mg.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Antimikroba
(AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia.
Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik
yang tidak termasuk kelompok parasit.
Antibiotika yang
ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari
mikroorganisme pathogen
3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang
buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan
sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host
seperti flora usus atau flora kulit.
III.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
terutama bagi para mahasiswa dalam proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna. G Sulistia. 1999. Farmakologi dan Terapi edisi 4 dan 5. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta
http:// melvadoile.blogspot.com
http:// medicafarma. Blogspot.
com/2008/11/aktivitas-antimikroba.html
http:// wongsukses.blog.friendster.
com/2008/12/antibakteri/
0 komentar:
Posting Komentar